Setelah dua kali melakukan aksi demo, perkembangan kasus reklamasi memang semakin menarik perhatian publik, khususnya kalangan eksekutif, legislatif dan para pengamat lingkungan hidup, baik ditingkat lokal maupun mereka yang ada di pusat.
Respon pun mulai bermunculan, contohnya DPRD Kab. Tangerang, lembaga wakil rakyat yang sebelumnya seakan mengacuhkan permintaan FORMAT untuk melakukan audiensi kini malah mengundang FORMAT untuk hearing soal reklamasi Dadap. Tanggal 2 Mei 2005 DPRD Kab. Tangerang mengundang FORMAT untuk melakukan Rapat Dengar Pendapat. Sebenarnya pengurus FORMAT sudah tidak tertarik lagi untuk audiensi dengan DPRD Kab. Tangerang, pasalnya, permintaan hearing telah dilayangkan sejak Januari lalu seakan tidak digubris.
Benar saja, audiensi dengan Komisi D DPRD tidak membuahkan apa-apa. Ironisnya lagi, ketika diajak bicara tentang AMDAL, kalangan dewan berkilah bahwa mereka sama sekali belum melihat dokumen tersebut. Tidak terlalu berlebihan jika Harian Kompas memuat berita hearing tersebut dengan judul “Reklamasi Dadap kembali ke titik Nol”.
Sebulan setelah hearing dan nyaris tidak ada tindaklanjut yang berarti, maka pada tanggal 7 Juni 2005 FORMAT bersama warga kembali menggelar aksi demo. Setting Aksi kali ini boleh dibilang jauh lebih baik dari dua aksi sebelumnya. Dari segi peserta, warga yang turut dalam demo kali ini juga jauh lebih banyak ketimbang demo sebelumnya.
Sasaran pertama aksi demo kali ini adalah Kantor Kementrian Lingkungan Hidup (KLH). Walhi dan LBH Jakarta masih tetap menjadi fasilitator dalam aksi kali ini. Digedung KLH, perwakilan warga diterima langsung oleh Sekretaris Menteri, Isa Karmisa Ardiputra. Dalam pertemuan yang berlangsung panas tersebut, baik Format, Walhi, maupun LBH kembali mempersoalkan sikap KLH yang dinilai tidak serius dalam menangani kasus reklamasi Dadap. “Bukti-bukti sudah jelas, kajian yang dilakukan IPB juga secara tegas menyatakan bahwa telah terjadi kerusakan lingkungan, tapi KLH seakan tutup mata” demikian kata Gatot Yan. S, Ketua Format.
Setelah melalui perdebatan panjang akhirnya KLH membuat sebuah Surat Perjanjian yang ditandatangani langsung oleh Sekretaris Menteri LH diatas kertas bermaterai. Dalam surat tersebut KLH berjanji akan melakukan 3 Hal yaitu:
1. Kementerian Lingkungan Hidup akan mengadakan pertemuan dengan Bupati Tangerang untuk menyampaikan hasil kajian Amdal reklamasi pantai Dadap pada hari Kamis, 9 Juni 2005.
2. Kemenerian Lingkungan Hidup akan mengumpulkan bukti-bukti untuk melakukan tindakan hukum baik pidana maupun perdata kepada pemrakarsa reklamasi pantai Dadap.
3. Kementerian Lingkungan Hidup akan meminta Bupati Tangerang untuk menghentikan kegiatan reklamasi pantai Dadap.
Setelah pertemuan tersebut warga pun bergerak menuju sasaran aksi yang kedua yaitu halaman Istana Merdeka Jakarta. Disana, warga Dadap bergabung dengan warga Bojong, Bogor yang juga melakukan aksi menolak kehadiran TPST Bojong.
Dalam aksi gabungan tersebut, Sekjen FORMAT Ending Suryadi membacakan tuntutan warga yang ditujukan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam beberapa point tuntutan, warga mendesak presiden untuk segera turun tangan menyelesaikan kasus reklamasi Dadap karena dampak yang ditimbulkan berupa banjir dan pendangkalan sungai serta kerusakan habitat pantai sudah sangat merugikan masyarakat sekitar.
Respon pun mulai bermunculan, contohnya DPRD Kab. Tangerang, lembaga wakil rakyat yang sebelumnya seakan mengacuhkan permintaan FORMAT untuk melakukan audiensi kini malah mengundang FORMAT untuk hearing soal reklamasi Dadap. Tanggal 2 Mei 2005 DPRD Kab. Tangerang mengundang FORMAT untuk melakukan Rapat Dengar Pendapat. Sebenarnya pengurus FORMAT sudah tidak tertarik lagi untuk audiensi dengan DPRD Kab. Tangerang, pasalnya, permintaan hearing telah dilayangkan sejak Januari lalu seakan tidak digubris.
Benar saja, audiensi dengan Komisi D DPRD tidak membuahkan apa-apa. Ironisnya lagi, ketika diajak bicara tentang AMDAL, kalangan dewan berkilah bahwa mereka sama sekali belum melihat dokumen tersebut. Tidak terlalu berlebihan jika Harian Kompas memuat berita hearing tersebut dengan judul “Reklamasi Dadap kembali ke titik Nol”.
Sebulan setelah hearing dan nyaris tidak ada tindaklanjut yang berarti, maka pada tanggal 7 Juni 2005 FORMAT bersama warga kembali menggelar aksi demo. Setting Aksi kali ini boleh dibilang jauh lebih baik dari dua aksi sebelumnya. Dari segi peserta, warga yang turut dalam demo kali ini juga jauh lebih banyak ketimbang demo sebelumnya.
Sasaran pertama aksi demo kali ini adalah Kantor Kementrian Lingkungan Hidup (KLH). Walhi dan LBH Jakarta masih tetap menjadi fasilitator dalam aksi kali ini. Digedung KLH, perwakilan warga diterima langsung oleh Sekretaris Menteri, Isa Karmisa Ardiputra. Dalam pertemuan yang berlangsung panas tersebut, baik Format, Walhi, maupun LBH kembali mempersoalkan sikap KLH yang dinilai tidak serius dalam menangani kasus reklamasi Dadap. “Bukti-bukti sudah jelas, kajian yang dilakukan IPB juga secara tegas menyatakan bahwa telah terjadi kerusakan lingkungan, tapi KLH seakan tutup mata” demikian kata Gatot Yan. S, Ketua Format.
Setelah melalui perdebatan panjang akhirnya KLH membuat sebuah Surat Perjanjian yang ditandatangani langsung oleh Sekretaris Menteri LH diatas kertas bermaterai. Dalam surat tersebut KLH berjanji akan melakukan 3 Hal yaitu:
1. Kementerian Lingkungan Hidup akan mengadakan pertemuan dengan Bupati Tangerang untuk menyampaikan hasil kajian Amdal reklamasi pantai Dadap pada hari Kamis, 9 Juni 2005.
2. Kemenerian Lingkungan Hidup akan mengumpulkan bukti-bukti untuk melakukan tindakan hukum baik pidana maupun perdata kepada pemrakarsa reklamasi pantai Dadap.
3. Kementerian Lingkungan Hidup akan meminta Bupati Tangerang untuk menghentikan kegiatan reklamasi pantai Dadap.
Setelah pertemuan tersebut warga pun bergerak menuju sasaran aksi yang kedua yaitu halaman Istana Merdeka Jakarta. Disana, warga Dadap bergabung dengan warga Bojong, Bogor yang juga melakukan aksi menolak kehadiran TPST Bojong.
Dalam aksi gabungan tersebut, Sekjen FORMAT Ending Suryadi membacakan tuntutan warga yang ditujukan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam beberapa point tuntutan, warga mendesak presiden untuk segera turun tangan menyelesaikan kasus reklamasi Dadap karena dampak yang ditimbulkan berupa banjir dan pendangkalan sungai serta kerusakan habitat pantai sudah sangat merugikan masyarakat sekitar.