Kegiatan Reklamasi Pantai Dadap yang dilakukan oleh Koperasi Pasir Putih telah berlangsung sejak tahun 2001. Puluhan Hektar Bibir Pantai telah berhasil direklamasi dan akibatnya muara sungai Dadap menjadi dangkal akibat sedimentasi dan “timbunan” tanah merah yang membuat Lumpur menjadi terangkat kepermukaan. pendangkalan ini membuat lalu-lintas perahu nelayan kesulitan lewat dan sering kandas. Untuk keluar atau masuk muara sungai, dibutuhkan waktu sampai 1 Jam, terlebih pada sore hari saat air laut surut. Tidak jarang perahu yang berpapasan harus antre untuk lewat secara bergantian, padahal lebar mulut sungai Dadap sebelum adanya kegiatan reklamasi mencapai 35 Meter lebih.
Secara ekologis, Reklamasi Pantai Dadap telah memusnahkan puluhan hektar hutan Mangrove yang dulu tumbuh subur disekitar Pantai Dadap. Menurut sebuah kajian, musnahnya mangrove ternyata menjadi penyebab utama menurunnya hasil pendapatan nelayan dimana secara ilmiah, pohon mangrove adalah tempat berkumpulnya Biota laut yang menjadi sumber makanan bagi ikan, udang, kerang dsb. Dengan hilangnya mangrove berarti habitat laut kehilangan sumber makanannya sehingga nelayan kami kesulitan mendapatkan ikan disekitar perairan pantai Dadap.
Disamping itu, kegiatan reklamasi ini juga berpotensi menimbulkan banjir akibat tertahannya air dari hulu kali perancis. Bila musim hujan tiba, air dari hulu sungai tertahan oleh timbunan Lumpur dimuara dan tumpah ruah kepemukiman penduduk di RW 01, 02 dan RW 03, bahkan banjir juga dirasakan oleh warga di RW. 04, 05, 06 dan RW 13. Setahun terakhir ini, banjir yang menggenangi pemukiman nelayan terasa kian memprihatinkan.
Dalam sebulan, warga bisa 3 kali dikirimi luapan air laut, volume airnya pun kian hari kian meningkat, saat ini air laut yang masuk kerumah-rumah penduduk mencapai ketinggian 50 Cm. Pengurukan yang baru berjalan kurang dari 20% saja telah membuat 6000 warga di 3 RW tersebut terendam banjir akibat Air Pasang. apa yang akan terjadi kalau proses pengurukan berlanjut sampai 1 Km dari garis pantai …??? Bukan mustahil jika kelak seluruh Dadap dan Desa-desa disekitarnya akan ikut terendam banjir.
Kegiatan Reklamasi juga sangat mungkin menyebabkan terjadinya banjir di sekitar Dadap dan kawasan Bandara Soekarno-Hatta jika Air laut Pasang dibarengi dengan Hujan. Hal ini disebabkan karena hilangnya fungsi daerah tampungan dan resapan yang telah banyak berubah menjadi kawasan pergudangan. Bayangkan, sekitar 15 Juta Kubik tanah akan dimuntahkan ke Pantai Dadap untuk menguruk 50 Hektar areal Pantai.
Hal ini jelas akan memperbesar aliran permukaan yang akan menambah frekuensi banjir karena aliran sungai dimuara semakin melambat sementara jalur yang ditempuh semakin panjang. Kecepatan aliran sungai berkurang, laju sedimentasi dimuara pasti meningkat, peninggian permukaan air bisa mencapai 12 Cm sepanjang sisi alur sungai yang bermuara di kali perancis yang berakibat bertambah panjangnya alur sungai. Sementara teknologi yang ada hanya mampu menurunkan permukaan air hingga 5 Cm saja dengan jangkauan maksimal hanya 3 Km kearah Hulu.
Menurut sebuah kajian, kerusakan Tata Air sangat mungkin terjadi karena reklamasi membuat Kali Perancis akan bertambah panjang 1 km tetapi dasar sungai menjadi sangat landai, hingga ketinggian muara baru hasil reklamasi menjadi Nol meter. Air sungai akan sulit mengalir kelaut dengan tingginya muara sungai, hal ini akan merusak system tata air pada radius antara 5 sampai 8 Km dari bibir Pantai.
Kekhawatiran akan terjadinya konflik sosial juga timbul dimana ribuan Nelayan Dadap yang selama ini menjadi symbol sejarah kehidupan masyarakat Dadap sebagai Desa Pesisir bakal terancam Punah. betapa tidak, Kondisi sosial masyarakat nelayan Dadap yang rata-rata berada dibawah garis kemiskinan, tidak akan mungkin dibiarkan berdampingan dengan sebuah kawasan Wisata Terpadu bertaraf Internasional sekelas Ancol.
Bagi kaum Kapitalis, Pemukiman nelayan yang becek dan kumuh hanya dianggap Merusak Pemandangan saja dan bukan mustahil menjadi target untuk “disingkirkan”. Contohnya bagaimana nelayan Muara Karang, Muara Angke, Muara Baru, Marunda dan pemukiman didepan Ancol harus digusur saat wilayah mereka tersentuh oleh pembangunan Pariwisata.
Kini, kawasan Pantai Dadap keadaannya kian memburuk. disamping kehilangan kemampuan nya sebagai perlindungan ekosistem pantai, kondisinya juga tak terurus dan terabaikan. Minimnya tingkat kesadaran masyarakat akan dampak-dampak pembangunan yang tidak ramah lingkungan semakin menguatkan indikasi terjadinya degradasi lingkungan hidup yang semakin tidak terkendali.
Selain belum adanya keberpihakan pengambil kebijakan untuk memprioritaskan problem-problem lingkungan hidup dan kemiskinan, juga dalam menentukan arah pembangunan yang ada tidak diiringi dengan penegakan hukum secara adil dan menyeluruh. Ironisnya, situasi ini menjadikan posisi korban pembangunan yang mayoritas masyarakat marjinal semakin terpuruk bahkan hak-hak dasarnya tidak dipenuhi dan seakan terabaikan.