Kegiatan Reklamasi Pantai Dadap telah menimbulkan sejumlah pro dan kontra diberbagai kalangan masyarakat. FORMAT sebagai satu-satunya Organisasi Independent yang dimotori oleh Putra-putra Asli Desa Dadap merasa perlu melakukan kajian ilmiah baik secara teknis maupun yuridis terhadap rencana tersebut. Alasannya, sebagai Putra Dadap, FORMAT merasa bertanggung jawab secara moral atas kelestarian Lingkungan Desa Dadap yang merupakan satu-satunya warisan nenek moyang yang tak ternilai dan harus terus dijaga serta diberdayakan, khususnya bagi kepentingan Masyarakat Dadap saat ini dan masa depan Generasi serta anak cucu kita dikemudian hari. Beberapa Hal yang perlu dicermati dan dipertimbangkan berkait dengan kegiatan Pengurugan Pantai Dadap antara lain:
Kegiatan Reklamasi pantai Dadap telah mengakibatkan Muara Sungai Dadap menjadi dangkal, pendangkalan ini disamping membuat perahu nelayan kesulitan lewat dan sering kandas, juga berpotensi menimbulkan banjir akibat tertahannya air dari hulu kali perancis. Bila musim hujan tiba, air dari hulu sungai tertahan oleh timbunan Lumpur dimuara dan tumpah ruah kepemukiman penduduk di RW 01, 02 dan RW 03, bahkan banjir juga dirasakan oleh warga di RW. 04, 05, 06 dan RW 13. Setahun terakhir ini, banjir yang menggenangi pemukiman nelayan terasa kian memprihatinkan. Dalam sebulan, warga bisa 3 kali dikirimi luapan air laut, volume airnya pun kian hari kian meningkat, saat ini air laut yang masuk kerumah-rumah penduduk mencapai ketinggian 50 Cm. Pengurukan yang baru berjalan kurang dari 20% saja telah membuat 3 RW terendam banjir akibat Air Pasang. apa yang akan terjadi kalau proses pengurukan berlanjut sampai 1 Km dari garis pantai ???… Bukan mustahil jika kelak seluruh Dadap dan Desa-desa disekitarnya akan ikut terendam banjir.
Proses Reklamasi dilakukan dengan menguruk permukaan laut dengan tanah, hal ini sangat berpotensi menimbulkan sedimentasi yang signifikan akibat gerusan ombak. sementara dengan diabaikannya Break Water Pass membuat ombak tidak tertahan dan potensial terhadap terjadinya Abrasi Pantai. Kegiatan reklamasi pantai Dadap yang telah berjalan, mengakibatkan terjadinya Pendangkalan dan penyempitan muara sungai Dadap. Hal ini amat menyulitkan lalu-lintas perahu nelayan. untuk keluar atau masuk muara sungai, mereka membutuhkan waktu sampai 1 Jam, terlebih pada sore hari saat air laut surut. Tidak jarang perahu yang berpapasan harus antre untuk lewat secara bergantian, padahal lebar mulut sungai Dadap sebelum adanya kegiatan reklamasi mencapai 35 Meter lebih.
Sangat mungkin menyebabkan terjadinya banjir di Dadap dan kawasan Bandara Soekarno-Hatta jika Air laut Pasang dibarengi dengan Hujan. Hal ini disebabkan karena hilangnya fungsi daerah tampungan dan resapan yang telah banyak berubah menjadi kawasan pergudangan. Bayangkan, sekitar 15 Juta Kubik tanah akan dimuntahkan ke Pantai Dadap untuk menguruk 50 Hektar areal Pantai. Hal ini jelas akan memperbesar aliran permukaan yang akan menambah frekuensi banjir karena aliran sungai dimuara semakin melambat sementara jalur yang ditempuh semakin panjang. Kecepatan aliran sungai berkurang, laju sedimentasi dimuara pasti meningkat, peninggian permukaan air bisa mencapai 12 Cm sepanjang sisi alur sungai yang bermuara di kali perancis yang berakibat bertambah panjangnya alur sungai. Sementara teknologi Pompanisasi yang ada di Indonesia hanya mampu menurunkan permukaan air hingga 5 Cm saja dengan jangkauan maksimal hanya 3 Km kearah Hulu.
Dapat menyebabkan kerusakan Tata Air, karena reklamasi membuat Kali Perancis akan bertambah panjang 1 km tetapi dasar sungai menjadi sangat landai, hingga ketinggian muara baru hasil reklamasi menjadi Nol meter. Air sungai akan sulit mengalir kelaut dengan tingginya muara sungai, hal ini akan merusak system tata air pada radius antara 5 sampai 8 Km dari bibir Pantai.
Musnahnya Hutan Mangrove (Pohon Bakau/Pohon Api-api) karena ditimbun tanah, sangat potensial menimbulkan Abrasi dan hilangnya beberapa spesies hewan dan burung. Sementara Fungsi dan manfaat Hutan Mangrove atau pohon Api-api adalah:
Sebagai Sabuk Hijau yang berfungsi menahan Abrasi akibat gerusan ombak serta mencegah terjadinya sedimentasi dan banjir.
Menjadi tempat perkembang biakan Plankton dan Biota Laut yang merupakan sumber makanan bagi Ikan, Udang, Kepiting, Kerang, rajungan Dll. Hilangnya Biota laut dari perairan Pantai Dadap karena tidak adanya mangrove secara otomatis menyebabkan ikan, udang, Kerang, dsb tidak lagi dapat ditemukan disekitar perairan pantai dadap karena komunitas laut tersebut telah kehilangan sumber-sumber makanannya. Hal ini jelas membuat nelayan kesulitan mencari ikan disekitar perairan pantai Dadap sehingga pendapatan mereka mengalami penurunan drastis.
Akar Pohon mangrove (api-api) juga berfungsi menetralisir Limbah beracun yang dialirkan dari kali perancis. Ketika pohon mangrove musnah berarti Limbah-limbah itu tidak bisa dinetralisir sehingga langsung dikonsumsi oleh Ikan, Kerang, Cumi, Dsb. Hal ini membuat banyaknya ikan dan kerang yang mati keracunan sementara yang lainnya akan menghindar dari perairan pantai Dadap.
Proyek Reklamasi Pantai Dadap yang direncanakan untuk Kawasan Wisata Terpadu diproyeksikan dapat menyerap tenaga kerja lokal, Tapi kita tidak boleh lupa bahwa yang bisa bekerja di kawasan wisata sekelas ancol itu minimal berpendidikan SLTA atau Sarjana, sementara 65% masyarakat Dadap hanya berpendidikan SD dan SMP. Jangan-jangan tenaga kerja yang dipakai justru kebanyakan tenaga luar seperti halnya yang banyak kita lihat di pergudangan-pergudangan yang sudah ada. Dugaan ini lebih diperkuat lagi dengan kehadiran beberapa Lembaga dari luar Dadap yang begitu menggebu-gebu mendukung reklamasi tanpa memperdulikan Dampak kerusakan Lingkungan dan kerugian yang diderita masyarakat Dadap sendiri.
Ribuan Nelayan Dadap yang selama ini menjadi symbol sejarah kehidupan masyarakat Dadap sebagai Desa Pesisir bakal terancam Punah. betapa tidak, Kondisi sosial masyarakat nelayan Dadap yang rata-rata berada dibawah garis kemiskinan, tidak akan mungkin dibiarkan berdampingan dengan sebuah kawasan Wisata Terpadu bertaraf Internasional sekelas Ancol. Bagi kaum Kapitalis, Pemukiman nelayan yang becek dan kumuh hanya dianggap Merusak Pemandangan saja dan bukan mustahil menjadi target untuk “disingkirkan”. Contohnya bagaimana nelayan Muara Karang, Muara Angke, Muara Baru, Marunda dan pemukiman didepan Ancol harus digusur saat wilayah mereka tersentuh oleh pembangunan Pariwisata.
Secara Yuridis, hingga saat ini belum ada Undang-Undang yang memperbolehkan kegiatan Reklamasi Pantai. Reklamasi hanya diijinkan untuk menormalisasi Tambak-tambak dan bekas galian pasir atau tanah, itupun harus terlebih dahulu memiliki Dokumen AMDAL. Undang-Undang No.23 tahun 1997 mengharuskan setiap proyek mesti melalui uji kelayakan AMDAL. Sementara untuk Reklamasi Pantura, Kementerian Lingkungan Hidup telah mengeluarkan KEPMEN No. 14 Tahun 2003 yang menolak AMDAL reklamasi Pantura karena dinilai tidak layak. Dalam Pasal 18 UU No. 23 Tahun 1997 disebutkan bahwa kegiatan proyek baru boleh dilakukan setelah memiliki AMDAL. Sedangkan reklamasi Pantai Dadap sudah berlangsung sejak tahun 2001 sementara AMDAL nya baru terbit pada bulan Desember 2004, artinya AMDAL baru dibuat setelah reklamasi berjalan.
Tanggal 21 Februari 2005, Komisi VII DPR-RI merekomendasikan Pemda Kabupaten Tangerang untuk MENGHENTIKAN kegiatan Reklamasi Pantai Dadap karena dinilai dapat menimbulkan dampak yang luas, serius dan penting. Komisi VII berpendapat bahwa pemberian ijin pembebasan lahan dinilai melanggar UU No. 23 Tahun 1997 junto Pasal 7 Ayat 1 PP No. 27 tahun 1999 sehingga Kementerian Lingkungan Hidup diminta untuk meninjau kembali keabsahan dokumen AMDAL-nya. Rekomendasi ini semakin menguatkan dugaan adanya KETIDAK BERESAN dibalik kegiatan Reklamasi Pantai Dadap.
Reklamasi Pantai Dadap dinilai merusak lingkungan dan ekosistem laut serta dikhawatirkan dapat menimbulkan bencana Ekologi, Sosial dan Ekonomi yang lebih besar bagi Lingkungan Hidup dan Masyarakat Desa Dadap. Proyek Reklamasi Pantai Dadap hanya menguntungkan segelintir orang saja, sementara imbas dan dampak dari kegiatan tersebut jelas mengancam kehidupan sosial seluruh masyarakat.
Mendesak Pemda Kabupaten Tangerang agar dalam mengeluarkan kebijakan senantiasa melibatkan semua elemen masyarakat yang ada dan lebih berpihak pada pelestarian fungsi Lingkungan Hidup serta mengedepankan Aspek kepentingan publik. Kami MENDUKUNG keputusan apapun yang dibuat pemerintah untuk tujuan Percepatan Pembangunan, akan tetapi perlu juga dipertimbangkan faktor kepentingan lingkungan dan sosial-nya. Membiarkan segelintir orang mengeksploitasi secara berlebihan terhadap sumber daya alam yang ada di Bumi Pertiwi ini tanpa melibatkan dan memperhatikan Hak-hak dan kepentingan masyarakat luas adalah kebijakan yang dinilai TIDAK FAIR. bukankah yang paling berhak menggali dan menikmati Kekayaan alam Indonesia adalah RAKYAT sebagai pemegang kedaulatan tertinggi di Republik ini, sebagaimana tertuang dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, Pasal 5 ayat 1,2,3 dan Pasal 8 ayat 1 UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Pasal 9 ayat 3 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Demikianlah Kajian Terpadu ini kami buat dengan pertimbangan bahwa Pantai Dadap bukanlah milik perorangan dan bukan pula milik Pejabat, akan tetapi MILIK SELURUH MASYARAKAT DADAP yang harus dinikmati dan dijaga kelestariannya bagi masa depan generasi dan anak cucu warga Dadap kelak. Merujuk pada kesimpulan diatas, bila Proyek Reklamasi Pantai Dadap tidak sesuai dengan Aspirasi masyarakat dan Peraturan perundangan yang berlaku, maka pemberian ijin proyek dan kegiatan yang sudah dilakukan harus BATAL demi Hukum dan perlu dilakukan pengkajian ulang secara cermat dan transparan dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat yang ada.
Tangerang, 28 Maret 2005
FORMAT, WALHI Jakarta, LBH Jakarta, ICEL, LP3ES, PBHI